Thursday, February 25, 2016

Dalam lima tahun ekspor senjata China mencapai dua dua kali lipat.

Laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), lembaga think tank militer dunia, menyebutkan sepanjang 2011-2015, ekspor persenjataan China mencapai dua dua kali lipat. Sementara impor senjatanya turun hingga 25% bila dibandingkan periode lima tahun sebelumnya.

Lalu, negeri Tirai Bambu ini menyumbang 5,9% dari total ekspor senjata global 2011-2015. Kendati demikian, persentase ini masih jauh di belakang AS dan Rusia, di mana masing-masing 28% dan 27%. Namun, China menyalip Perancis dan Jerman yang berada di urutan empat dan lima.

Menurut Siemon Wezeman, Peneliti Senior SIPRI, seperti dilansir dari situs Channel News Asia, Senin, 22 Februari 2016, ekspor alutsista China tumbuh 88% pada 2011-2015 dibandingkan dengan sebelumnya jangka waktu lima tahun.

"Pada 10 tahun lalu, mereka (China) hanya mampu menjual peralatan militer berteknologi rendah. Tapi sekarang sudah berubah," ungkap Wezeman.

Ia juga mengatakan, alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang diproduksi China saat ini jauh lebih maju dari sepuluh tahun yang lalu, dan hal ini mampu menarik perhatian beberapa pasar yang terbiasa membeli alutsista dari AS, Rusia dan bahkan Eropa.

Tak bisa dipungkiri, China telah menginvestasikan miliaran yuan dalam mengembangkan industri persenjataaan dalam negerinya untuk mendukung ambisinya menjadi kekuatan militer utama di Laut China Selatan dan Samudera Hindia.Asia dan Oseania

Berdasarkan data SIPRI, China menggelontorkan anggaran militer pada 2015 lalu sebesar adalah 886,9 triliun yuan (£98,19 triliun), meningkat 10% dari 2014.

China pun, Wezeman melanjutkan, memiliki strategi dalam menjual alutsista ke pasar luar negeri, yakni teknologi tinggi tapi berbiaya rendah.

"Sebagian besar ekspor senjata China ke negara di Asia dan Oseania. Tapi, Pakistan sebagai salah satu importir besar China yang mencapai 35%. Diikuti Bangladesh dan Myanmar," paparnya.

Tak heran mengapa Pakistan begitu 'ketagihan' dengan militer China. Pasalnya, 'saudara' India ini merupakan sekutu utama China di kawasan Asia Selatan. Dengan demikian, kata Wezeman, hubungan militer keduanya sangat erat. Terlebih lagi, Pakistan dan India sering berstitegang akibat konflik Kashmir.

Namun begitu, Wezeman melihat, saat ini China belum 100% mampu mengekspor alutsistanya. Mereka masih perlu mengimpor senjata seperti pesawat angkut besar serta mesin untuk pesawat, kendaraan dan kapal.

"Dan kita semua mengetahui kalau China dan Rusia berlaliansi. Tahun lalu, keduanya menandatangani kesepakatan kerja sama militer pembelian sistem pertahanan udara dan satu skadron jet tempur dari Rusia. Saya rasa China tidak mempermasalahkan biaya karena ekonomi mereka kedua terbesar di dunia setelah AS," kata Wezeman.

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.