Chindo News

Informasi berita, sosial, budaya, etnik, militer, teknologi, dari negara China.

Chindonews.blogspot.com

Informasi berita, sosial, budaya, etnik, militer, teknologi, dari negara China. .

China-Indonesian Information

Informasi berita, sosial, budaya, etnik, militer, teknologi, dari negara China..

Pameran Mobile

Pameran Mobil Internasional.

Pertukaran Budaya

Kebudayaan adalah sesuatu hal yang baru yang menghasilkan nilai budaya.

Friday, March 25, 2011

Muslim di China

Agama Islam di Tiongkok sudah bersejarah lebih 1.300 tahun sejak tersebar ke negeri ini dari Arab pada pertengahan abad ke-7. Penduduk Muslim di Daerah Otonom Uygur Xinjiang, Daerah Otonom Hui Ningxia, provinsi-provinsi Gansu dan Qinghai menempati sekitar 70 persen jumlah total penduduk seluruh negeri, dan 30 persen lainnya tersebar di kota-kota dan provinsi lain. Di setiap kota besar Tiongkok juga terdapat penduduk Muslim. Di Beijing saja terdapat sekitar 250.000 warga Muslim, lebih 70 masjid dan lebih 2.000 restoran makanan Muslim.

Ahmad dari Mesir sudah 6 tahun tinggal di Tiongkok. Ia mengatakan, sebagai Muslim, baik dari negara Arab atau negara lain, hal pertama yang ingin diketahui ketika datang ke sebuah negara yang asing adalah apakah ada tempat untuk bersembahyang, dan apakah bisa dengan mudah membeli makanan halal. Ahmad menyatakan, berdasarkan pengalamannya selama ini, sangat mudah dan leluasa di Tiongkok dalam soal makan, tinggal, kehidupan maupun melakukan kegiatan agama. Dikatakannya:"Restoran Muslim ada di mana-mana di Beijing dan kota-kota lain seluruh Tiongkok. Selain itu di toko-toko besar dan kecil terdapat tempat khusus yang menjual makanan Muslim. Saya senang tinggal di sini."

Persatuan Islam Tiongkok yang didirikan tahun 1952 mewakili hak dan kepentingan Muslim seluruh negeri, tugas utamanya antara lain mensosialisasikan kebijakan pemerintah Tiongkok tentang kebebasan beragama, mengadakan kegiatan agama Islam, menyelenggarakan pendidikan Islam, membina tenaga pengajar agama Islam, menggali dan membenahi peninggalan budaya sejarah Islam, mengembangkan penelitian akademis dan budaya Islam, menyusun, menerjemahkan dan meneribitkan kitab suci, buku dan majalah agama Islam.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan sosial Tiongkok, khususnya pelaksanaan strategi pengembangan kawasan barat Tiongkok, masyarakat Muslim di Tiongkok, khususnya yang berada di Tiongkok barat, menghadapi lebih banyak peluang dan tantangan. Sehubungan dengan itu, Ketua Persatuan Islam Tiongkok Chen Guangyuan menyatakan perlunya menjaga tradisi yang baik dan mencapai kemajuan sesuai dengan perkembangan zaman. Dikatakannya:"Kami kini sedang mencurahkan tenaga untuk mendidik tenaga talenta. Sebuah madrasah Islam yang sangat modern kini sedang dibangun. Tenaga talenta mutlak dibutuhkan agama dan bangsa manapun, begitu pula bagi kami. Madrasah kami yang baru itu sedikitnya akan menerima 500 siswa untuk dididik menjadi tanaga agama yang lebih senior."

Menurut Chen Guangyuan, agama-agama utama di Tiongkok perlu menyumbangkan tenaga dalam mendorong keharmonisan plural lintas etnis, agama dan budaya, saling bertoleransi, saling mengerti, dan saling menghormati berdasarkan konsep perdamaian, cinta kasih dan keadilan. Dengan demikian para umat agama akan dapat mengambil peran positif yang khas bagi masyarakat dan keharmonisan Tiongkok. Dikatakannya:

"Pemerintah mengajukan untuk membangun masyarakat dan keluarga harmonis, bahkan dunia yang harmonis. Ajaran 5 agama utama di Tiongkok sesuai dengan semangat dasar tersebut, karena perdamaian, keharmonisan, cinta kasih, berbakti kepada orangtua dan memperlakukan orang lain dengan baik juga ada dalam ajaran Islam. Mencintai sesama manusia, menyumbangkan tenaga demi kesejahteraan manusia, mencintai masyarakat dan memberikan sumbangan bagi perkembangan masyarakat sesuai dengan ajaran Islam." Demikian kata Ketua Persatuan Islam Tiongkok Chen Guangyuan.

Thursday, March 24, 2011

Gunung Yulongxue




Gunung Yulongxue merupakan gunung salju yang terletak di bagian paling selatan belahan bumi utara. Gunung ini seluas 960 kilometer persegi. Kawsan pemandangan salju berparas laut 4000 meter. Gunung Yulongxue terkenal di seluruh dunia akibat jurang, ajaib, dan indahnya. Etnis Naxi menamakan gunung ini "Boshioulu", berarti batuan pasir putih yang berwarna perak. 13 pucak yang terhubung, nampaknya sama seperti seekor "naga batu giok" terbang. Maka, gunung ini digear "naga batu giok". Selain itu, batuan gunung ini utama dibagi menjadi dua jenis yaitu batu kapur yang putih dan basalt yang hitam. Dengan itu, gunung tersebut juga digelar "gunung salju hitam dan putih". Gunung Yulongxue merupakan gunung yang suci dalam sanubari etnis Naxi, bahkan berbagai etnis di Lijiang Propinsi Yunan China Selatan.

Wednesday, March 9, 2011

Pesta Lusheng Etnik Miao

Suku Miao adalah salah satu suku Minoritas di China, sebagian besar berada di Prov Guizhou dan Yunnan.

Gadis etnis Miao menari Tarian Lusheng dengan riang gembira dalam Pesta Lusheng Internasional di Gannang Kaili Guizhou 2011 China bagian Barat daya


Tuesday, March 8, 2011

China takut terhadap aksi Unjuk rasa di Timteng

Saat Timur Tengah dilanda kekacauan dan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan, ketakutan China terhadap luan (kekacauan) muncul kembali. Hal ini disampaikan para analis. Di internet ada bisik-bisik tentang sebuah "revolusi melati". Meskipun seruan terhadap protes jalanan gagal mendapat dukungan sejauh ini, China bagaimanapun tampak gelisah.

Gejolak di Timur Tengah tidak banyak mendapatkan tempat di liputan media Pemerintah China. Beberapa hari ini ada lebih banyak polisi di jalanan di negeri itu. Para pembangkang dilaporkan berada dalam tahanan rumah dan situs jejaring sosial secara selektif diblokir.

Mengapa? Apa yang membuat China takut?

Jaime FlorCruz, mantan koresponden dan kepala biro majalah Time di Beijing dalam kolomnya di CNN, Sabtu (5/3/2011), menulis, China memiliki sejarah membentengi diri dari dunia luar, takut terhadap invasi dan dominasi asing, dari bangsa Mongol ke Perang Candu melawan Inggris hingga imperialisme brutal Jepang pada abad ke-20. Menurut FlorCruz, meski orang-orang China tertarik dengan hal-hal asing, secara historis ada ketakutan di kalangan penguasanya tentang pengaruh budaya Barat.

Di dalam Tembok Besarnya, China telah menerapkan kontrol yang ketat terhadap rakyatnya. Dari era para panglima perang feodal ke China modern, penguasanya terobsesi untuk menghindari pemberontakan petani yang berasal dari bawah. "Pertanyaan abadi di benak semua orang Tionghoa adalah bagaimana cara terbaik menghindari kekacauan?" demikian FlorCruz mengutip Erik Ringmar yang menulis buku Mekanisme Modernisasi di Eropa dan Asia Timur. "Pemikiran politik seperti itu telah berkembang dari awal, termasuk dalam Taoisme, Legalisme, dan Konfusianisme, serta terus berupaya untuk menjawab pertanyaan tersebut."

FlorCruz yang telah tinggal dan bekerja di China sejak tahun 1971 serta belajar sejarah China di Peking University (1977-1981) melanjutkan, dua ketakutan tersebut, dominasi asing dan revolusi dari dalam, telah diwariskan para pemimpin China secara berturut-turut, terutama setelah Ketua Mao Zedong. Selama dua dekade hingga kematiannya pada tahun 1997, Deng Xiaoping terdorong untuk memodernisasi China dengan cepat sambil menjaga stabilitas. Ia memerintahkan penumpasan brutal terhadap para demonstran di Tiananmen Square pada tahun 1989, sementara terus mendorong reformasi yang membuka dan mengubah negaranya.

Presiden Hu Jintao, yang berusaha membangun "masyarakat yang harmonis," bulan lalu menyerukan kepada para pejabat China untuk belajar "manajemen sosial" demi menjaga stabilitas. Joshua Cooper Ramo dalam bukunya, Konsensus Beijing, menulis bahwa "ketakutan terhadap kekacauan, kehilangan kontrol politik dan sosial ... berjalan seperti setrika besi di seluruh tubuh politik China."

Transformasi ekonomi China telah berlangsung luar biasa. Reformasi pasar telah menampilkan inisiatif individu dan kewirausahaan. Ratusan juta petani telah diangkat dari kemiskinan. Kota-kota baru yang berkilauan telah dibangun. Ekonomi China sekarang ini merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Namun, kata FlorCruz, meski ada prestasi-prestasi itu, Partai Komunis masih sensitif terhadap kritik. Para analis mengatakan, kurangnya mandat rakyat lewat pemilihan langsung membuat partai itu tidak yakin terhadap legitimasi dirinya dan takut akan terjadi penggulingan dan disintegrasi.

"Mereka tidak punya pembenaran ideologis untuk berada di kekuasaan," kata David Zweig, profesor ilmu sosial di Hong Kong University of Science and Technology, sebagaimana dikutip FlorCruz. "Institusi-institusi politik mereka—parlemen, pengadilan, dan polisi—tidak independen. Mereka sering dipaksa untuk mengandalkan paksaan dalam mempertahankan kekuasaan."

Problem China, lanjut Zweig, adalah bahwa negara itu mengalami perubahan sosial yang paling cepat dalam sejarah, tetapi dengan sistem hukum yang lemah. "Jadi masalah seperti pencemaran, pengalihan lahan, urbanisasi, semua mengarah pada keluhan bahwa mereka tidak punya media di mana orang dapat menyampaikan keluhan yang kemudian bisa diselesaikan, selain dengan cara protes dan represi dari negara," ujarnya.

Pemerintah tampaknya berusaha untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Untuk memenuhi tantangan tata kelola pemerintahan, China telah mendukung "pemerintahan berdasarkan hukum", bukan "berdasarkan orang." Untuk mengelola agar persoalan pedesaan lebih baik dan mengatasi kekhawatiran sehari-hari para petani, China bereksperimen dengan pemilihan langsung di desa. Jika berhasil, maka sistem itu memungkinkan banyak keluhan dapat ditangani pada tingkat akar rumput.

Namun, warga masih mengeluh tentang masalah sosial-ekonomi, antara lain inflasi, pekerjaan, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan yang terjangkau. Kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin tetap menjadi masalah terbesar di negara itu.

Banyak orang lalu membandingkan protes di Lapangan Tahrir di Kairo dengan protes di Lapangan Tiananmen, Beijing, tahun 1989. China saat ini memiliki banyak masalah yang sama dengan Mesir yang antara lain ketimpangan pendapatan dan korupsi. Namun, para pengamat mengatakan bahwa kemungkinan kepemimpinan China menjadi rezim gagal berikutnya masih kecil.

Rakyat China sendiri, menurut FlorCruz, tampaknya tidak memiliki nafsu untuk melakukan revolusi. "Saya pikir kebanyakan orang China merasa bahwa semuanya berjalan cukup baik di China, setidaknya secara ekonomis untuk saat ini," kata Orville Schell, Direktur Asia Society Center pada Hubungan AS-China, sebagaimana dikutip FlorCruz. "Jelas ada beberapa ketidakpuasan. Namun, saya tidak berpikir ada tingkat yang sama yang bisa menjadi penyebab terjadinya pemberontakan rakyat."

Menurut para pengamat, reformasi ekonomi China telah menguntungkan mayoritas penduduk, sementara cengkeraman Partai Komunis di media pemerintah, militer, dan internet semakin ketat dan canggih.

Di Timur Tengah, orang miskin dan yang kehilangan haknya telah bangkit untuk memberontak. Di China, banyak orang seperti telah bangkit dari kemiskinan. Namun, persebaran kekayaan memang tetap menjadi salah satu tantangan terbesar negeri itu.