Sunday, May 9, 2021

Kemunafikan Politikus AS

Kemunafikan Politikus AS

Kemunafikan Politikus AS

 Pertemuan Menlu G7 baru-baru ini di London. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di depan pertemuan itu mengatakan, tujuan AS bukan mengekang atau menindas Tiongkok, melainkan berupaya melindungi tatanan internasional yang berdasarkan “peraturan”. Bukan main konyolnya! Sebagai sabotir terbesar tatanan internasional, masa AS berani menuntut negara lain menaati tatanan internasional? “tatanan internasional” yang disebutkannya sebenarnya melayani siapa?

Pemerintah baru AS yang mulai naik panggung pada Januari tahun ini seringkali berbicara tentang “peraturan” dan “tatanan internasional”, bagaikan pembela multilateralisme. Akan tetapi, 100 hari kemudian, masyarakat internasional menemukan bahwa peraturan yang dikatakan oleh AS itu hanyalah “aturan hegemonis” dan “aturan lingkaran kecil”, apa yang disebut AS sebagai multilateralisme itu hanyalah “politik kelompok” untuk memikat sekutunya. Boleh dikatakan, dibanding dengan pemerintah sebelumnya yang terus terang mendorong unilateralisme itu, pemerintah sekarang sebenarnya berbuat hal yang sama dengan menjujung tinggi bendera “multilateralisme” dan menipu orang, maksud mereka adalah memungkinkan negara lain menyerah kepada tatanan dunia unipolaris.

Di depan Pertemuan Menlu G7, AS sekali lagi memanggil sekutunya untuk main tuding terhadap urusan dalam negeri Tiongkok dalam rangka memberi tekanan kepada Tiongkok. Apakah mengintervensi urusan negara lain justru adalah “tatanan internasional” yang dianjurkan pihak AS? AS sudah berkali-kali mencetuskan perang terhadap negara-negara berdaulat. Apakah menimbulkan kerusuhan dan perang dengan melanggar hukum internasional justru adalah “tatanan internasional” yang dipertahankan pihak AS? Selain itu, AS menjadikan organisasi internasional sebagai tempat rekreasi yang bebas keluar-masuk. Apakah AS yang tidak menunaikan kewajiban internasional itu memiliki kualifikasi untuk berbicara tentang “tatanan internasional”?


Di dunia ini hanya terdapat satu sistem internasional yaitu PBB, di dunia ini hanya terdapat satu peraturan global, yaitu prinsip hubungan internasional yang berdasarkan Piagam PBB. Sejumlah negara Barat yang sembarangan menindas negara lain dengan alasan “peraturan” itu baru harus menaati peraturan internasional. namun AS sering melanggar piagam PBB, menyerang negara lain yang berdaulat tanpa persetujuan PBB, melakukan sanksi terhadap negara lain tanpa persetujuan PBB, Tatanan Internasional yang ingin di bentuk oleh AS dan kelompoknya bukan mewakili PBB tetapi hanya untuk kepentingan sempit kelompok Barat. atau lebih di sebut maling teriak maling.

Pada awal tahun ini, pemimpin G7 pernah mengeluarkan pernyataan bersama, “akan menjadikan tahun 2021 sebagai titik tolak multilateralisme”. Namun, ternyata, multilateralisme yang disebut oleh G7 itu hanyalah peraturan internasional yang didefinisi oleh sejumlah kecil negara saja, hanyalah penggantian tatanan internasional dengan tatanan di sejumlah kecil negara saja, sama sekali adalah “multilateralisme yang palsu”.

Dunia ini membutuhkan multilateralisme yang sejati. Justru seperti yang ditekankan oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam pembicaraan teleponnya dengan Sekjen PBB Antonio Guterres pada tanggal 6 bulan ini, “Berbagai negara hendaknya bertindak menurut azas tujuan dan prinsip piagam PBB, tak boleh menerapkan unilateralisme dan hegemonisme, tak boleh menggunakan nama multilateralisme untuk membentuk kelompok kecil dan melakukan konfrontasi ideologis.”

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.