Sunday, February 14, 2010

Makna Angpao ditahun baru IMLEK

Semasa kanak-kanak, saat-saat menjelang Tahun Baru Imlek adalah momen-momen yang mendebarkan. Apalagi penyebabnya jika bukan karena angpao atau amplop merah yang di dalamnya diisi uang. Bersama adik dan teman sepermainan, kami mulai mengkalkulasi prediksi peroleh angpao.
Bakti kepada orangtua tidak hanya merawat dan menjaga hingga meninggal, tetapi juga setelah meninggal.

Bahkan, menjelang Tahun Baru Imlek, saya dan adik saya memiliki semacam wish list berisi daftar mainan dan komik yang akan kami beli dengan menggunakan angpao. Menggelikan? Mungkin saja. Maklum, saat itu saya sama sekali tidak memiliki pengetahuan mumpuni soal makna angpao dan beragam hal-hal yang berkaitan dengan Tahun Baru Imlek, seperti atraksi Barongsai, sembahyang leluhur, dan lainnya.

Lantas, apa sebenarnya makna angpao? Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Budi Santosa Tanuwibawa, Jumat (12/2/2010) kepada Kompas.com, mengatakan, angpao memiliki makna filosofi transfer kesejahteraan atau energi. "Transfer kesejahteraan dari orang mampu ke tidak mampu, dari orangtua ke anak-anak, dari anak-anak yang sudah menikah ke orangtua," ujarnya.

Angpao, lanjutnya, tradisi Tionghoa yang telah berlangsung sejak lama. Ditambahkannya, dalam tradisi Konghucu, pemberian angpao dilakukan tujuh hari menjelang Tahun Baru Imlek. "Harinya disebut Hari Persaudaraan. Ini mewajibkan orang yang merayakan Tahun Baru Imlek membantu sesama yang tak mampu merayakannya," ujarnya.

Soal sembahyang leluhur, tradisi ini sebenarnya memiliki makna luas dari sekedar memberi makan arwah leluhur. Menurut Budi, sembahyang leluhur adalah wujud bakti seorang anak kepada orangtuanya. "Bakti kepada orangtua tidak hanya merawat dan menjaga hingga meninggal, tetapi juga setelah meninggal. Ini mengingatkan kita bahwa kita berada di dunia ini tidak semata-mata karena Tuhan, tetapi juga orangtua," ujarnya.

Sementara itu, atraksi barongsai terinspirasi dari Kilin, makhluk suci bagi umat Konghucu. Rupanya menyerupai naga, memiliki kulit bersisik dan bertanduk satu. Kilin muncul ketika Nabi Konghucu lahir dan wafat. Hal-hal lainnya yang identik pada Tahun Baru Imlek, seperti lampion, hidangan kue lapis, kue keranjang, dinilai Budi merupakan hasil interaksi budaya masyarakat lokal.

Hal senada disampaikan Yu Ie, seorang yang banyak mempelajari sejarah Tionghoa. Ketika menyalakan lilin atau lampion, warga Tionghoa berharap agar dalam satu tahun ke depan, hidup mereka menjadi terang seperti lilin. Kue lapis merupakan simbol keinginan agar di tahun mendatang, rejeki melimpah dan berlapis-lapis. Bunga sedap malam dihadirkan sebagai tekad untuk terus berlaku baik dan harum, seharum bunga sedap malam.

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.