Sunday, November 29, 2009

Festival Upacara Adat Jadi Event Tahunan

Festival Upacara Adat Jadi Event Tahunan

Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta menggelar Festival Upacara Adat se-Provinsi DI Yogyakarta, Minggu (29/11). Kegiatan bertajuk Apresiasi dan Penguatan Kearifan Lokal ini melibatkan 10 desa wisata se-Provinsi DI Yogyakarta dan dimeriahkan oleh Bregada Prajurit Kasultanan Ngayogyakarta.
Senin, 29 November 2009 | 10:25 WIB

YOGYAKARTA, -Festival Upacara Adat yang digelar Dinas Kebudayaan Provinsi DIY di Alun-Alun Utara, Minggu, diikuti 10 kelompok desa budaya di kota/kabupaten se provinsi ini itu direncanakan menjadi kalender event tahunan.

"Kegiatan ini baru berlangsung untuk pertamakalinya dan kami berencana untuk menjadikannya sebagai kalender event tahunan," kata Kepala Dinas Kebudayaan DIY Djoko Dwiyanto di sela-sela acara Festival Upacara Adat di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, festival tersebut memiliki nilai penting sebagai sarana bagi masyarakat dapat mengapresiasi budaya sehingga masyarakat menjadi tahu, mengerti dan tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam.

"Ketertarikan masyarakat akan membuat mereka datang ke desa budaya yang ada dan mengenal budaya mereka," katanya.

Ia menyebutkan, festival tersebut hanya diikuti separuh dari 32 desa budaya yang ada di DIY. "Kami selalu memberikan pendampingan kepada desa-desa budaya yang ada agar budaya yang dimiliki tidak punah," lanjutnya.

Djoko menegaskan, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono (HB) X dalam sambutan pembukaan festival tersebut juga menyatakan dukungannya kepada terselenggaranya festival tersebut.

"Sultan menyatakan bahwa festival upacara adat tersebut adalah benteng ketahanan budaya yang ada di DIY," katanya mengutip kalimat Gubernur DIY.

Sementara itu, Ketua Paguyuban Seni Budaya Ambarketawang Sleman Frans Haryono yang juga menjadi pimpinan rombongan upacara adat Bekakak menyatakan, event yang digelar oleh Dinas Kebudayaan DIY tersebut adalah sarana untuk pelestarian budaya masyarakat.

Ia menegaskan perlunya kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat untuk terus melakukan pelestarian budaya karena upacara adat Bekakak kini menjadi satu-satunya upacara adat yang masih bertahan di Ambarketawang.

"Untuk upacara adat yang sifatnya pribadi seperti mitoni (tujuh bulan bagi ibu hamil) atau tedhak siten (bayi yang bisa berjalan untuk pertamakali) sudah mulai jarang dilakukan masyarakat," katanya.

Ia menyatakan, dana yang dibutuhkan untuk menggelar upacara adat Bekakak cukup besar, bisa mencapai lebih dari Rp50 juta.

"Selama ini, kami berupaya untuk swadaya, selain mendapatkan bantuan dari dinas terkait di Sleman. Namun besarnya tidak banyak," katanya yang membawa 250 orang dalam rombongan tersebut.

Upacara adat Bekakak telah menjadi satu dari beberapa upacara adat lain di Sleman yang telah mengisi kalender event wisata di kabupaten tersebut. "Setidaknya dalam satu tahun sekali, upacara yang sudah dilakukan sejak Sultan HB I ini masih bisa dilakukan," katanya.

Selain Bekakak, upacara adat lain yang turut ditampilkan dalam festival tersebut adalah Cing Cing Nggoling dari Gunung Kidul yang memiliki makna ungkapan terima kasih masyarakat Gedangan kepada leluhur pendahulu yang telah berjasa membuatkan bendungan irigasi sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peserta yang tampil dalam festival upacara adat tersebut mengemas upacara adat dalam sebuah kirab mengelilingi benteng keraton dari Kantor Pos Besar masuk Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan Wachid Hasyim, Jalan MT Haryono, Jalan Sutoyo, Jalan Brigjend Katamso dan masuk kembali ke Alun- Alun Utara.

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.