Guna menindaklanjuti penandatanganan Memorandum of Understanding Kerja Sama Perikanan RI-RRC yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI-RRC dan Menteri Luar Negeri RRC tanggal 2 Oktober 2013 di Jakarta, pada tanggal 3 Maret 2014 di Beijing telah dilaksanakan pertemuan pertama Joint Committee on Fisheries Cooperation. Delegasi RI dalam pertemuan ini dipimpin oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Gellwyn Jusuf, sedangkan Delegasi RRC dipimpin oleh Deputi Direktur Jenderal Biro Perikanan Kementerian Pertanian RRC Cui Lifeng.
Dalam pertemuan tersebut dibahas dua agenda pokok yaitu rancangan pengaturan kerja sama penangkapan ikan dan pengelolaan daerah perikanan terpadu di Natuna. Pembahasan kedua isu tersebut dipandang penting guna menyamakan persepsi mengenai penataan kerja sama investasi di bidang perikanan, khususnya yang terkait dengan hal-hal yang perlu dimasukkan dalam pengaturan pelaksanaan (implementing arrangement) yang akan dibahas dalam pertemuan Maritime Cooperation Committee pada minggu ketiga Maret 2014 di Jakarta.
Dikemukakan oleh Gellwyn Jusuf bahwa pada dasarnya Indonesia mengijinkan beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan berbendera Indonesia asal cHINA sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku dalam kerangka penanaman modal asing. Namun demikian, Indonesia melihat masih terjadi penyalahgunaan perijinan penangkapan ikan di perairan Indonesia, salah satunya adalah yang terkait dengan status kapal berbendera Indonesia namun ditenggarai milik perusahaan China.
Indonesia meminta agar dilakukan pendataan secara terbuka terhadap perusahaan-perusahaan perikanan China yang kredibel dan menjamin pengelolaan penangkapan ikan secara berkelanjutan, termasuk penggunaan awak kapal. Sebagai contoh, jika kapal yang digunakan sudah berbendera Indonesia maka kapal tersebut hendaknya diawaki oleh anak buah kapal Indonesia, meski kapal tersebut berasal dari China. Untuk itu diusulkan agar jika terdapat kapal RRC yang sudah berganti bendera Indonesia maka hendaknya dikeluarkan sertifikasi penghapusan. Karena jika dilakukan pembiaran terhadap perusahaan-perusahaan perikanan yang tidak kredibel tersebut, pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan sendiri.
Selanjutnya guna melakukan penataan terhadap perusahaan-perusahaan perikanan RRC yang beroperasi di Indonesia dan kapal-kapal yang digunakan, Indonesia juga mengusulkan agar setiap kapal China yang beroperasi di Indonesia harus memperoleh ijin dari Biro Perikanan Kementerian Kelautan RRC guna mendapatkan kepastian hukum dan informasinya disampaikan ke KBRI di Beijing.
Menanggapi usulan Indonesia, RRC menanggapi positif karena kerjasama di sektor perikanan yang baik antara Indonesia dan China akan menguntungkan kedua belah pihak, khususnya bagi pengusaha perikanan RRC yang menurut Cui Lifeng, sejauh ini berjumlah 15 perusahaan dengan sekitar 300 kapal.
Pihak RRC juga sependapat dengan usulan Indonesia untuk melakukan verifikasi kapal-kapal perikanan China yang beroperasi di Indonesia karena sejauh ini pihaknya tidak memperoleh laporan mengenai terjadinya penyalahgunaan pengoperasian kapal-kapal perikanan. Agar proses penataan berjalan efektif, pihak RRC mengharapkan agar kiranya Indonesia juga dapat memberikan laporan mengenai situasi dan perkembangan perusahaan penangkapan ikan RRC yang beroperasi di Indonesia, termasuk mitra kerja mereka
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.