Ekonomi Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dengan pertumbuhan di atas 6 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mengundang perhatian seluruh dunia dan tampaknya berkontras tajam dengan ekonomi dunia yang berada dalam resesi serius. Faktor-faktor pendorong utama antara lain peluang, letak geografis, dan kestabilan situasi dalam negeri. Namun di tengah perkembangan pesat itu tetap ada faktor ketidakpastian.
Ekonomi Indonesia mulai berkembang pada tahun 1970-an, dan pertumbuhannya menjadi lebih pesat setelah memasuki abad ke-21 di tengah krisis moneter Asia. Ekonomi Indonesia dipuji karena telah mengalami pertumbuhan pesat dalam kondisi inflasi dan pengangguran yang rendah. Sejak tahun 2005, tingkat inflasi Indonesia terpelihara pada kisaran 6-7 persen, dan hanya naik menjadi 11 persen pada 2008 karena melonjaknya pangan. Tingkat inflasi Indonesia dari Januari hingga Juli 2012 adalah 4,56 persen. Data tenaga kerja domestik juga terus membaik. Tingkat pengangguran Indonesia dari 2003 hingga 2007 adalah 9-11 persen, dan pada 2008 sebesar 7-8 persen. Statistik resmi pada Februari menunjukkan, tingkat pengangguran Indonesia hanya 6,32 persen.
Yang patut diperhatikan adalah, ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan pesat pasca krisis ekonomi dunia. Tingkat pertumbuhan ekspor tahunan Indonesia pada 2000 hingga 2003 masih di bawah 7 persen. Angka itu melonjak menjadi 13-20 persen setelah 2004. Walaupun mengalami pertumbuhan minus pada 2009, pertumbuhan ekspor Indonesia mencapai 35,4 persen pada 2010. Volume total ekspor Indonesia sepanjang tahun 2011 adalah US$ 203,62 miliar, yang berarti meningkat 29,05 persen jika dibanding tahun 2010.
Pertumbuhan pesat ekonomi Indonesia tercapai berkat beberapa faktor positif, misalnya pengaruh pasca "era ekonomi baru AS". Pada tahun 1990-an, revolusi teknologi telah meningkatkan kesadaran perusahaan terhadap riset, sehingga teknologi maju Barat berangsur beralih ke ekonomi Asia yang berada di hilir rantai industri dunia. Ekonomi Indonesia juga menikmati manfaat, sehingga level teknologi dan manajemen di dalam negeri mengalami peningkatan, lalu menjelma sebagai penggerak pembangunan ekonomi. Selain itu, di tengah dampak krisis moneter, modal internasional telah menyesuaikan kembali taktik dan arah investasinya sehingga lebih menitikberatkan emerging ekonomies, termasuk Indonesia yang kaya sumber daya alam dan manusia. Apalagi situasi politik Indonesia cukup stabil, sehingga telah menarik banyak investasi asing.
Indonesia adalah ekonomi terbesar di ASEAN. Indonesia memiliki cadangan tambang yang melimpah. Selain itu, hasil tanaman non pangan Indonesia menempati urutan depan di dunia. Perkembangan pesat ekonomi Indonesia juga didukung ASEAN yang berperan sebagai wahana integrasi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi semua negara anggota. Ekonomi Indonesia menjalin hubungan erat dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, dan memainkan peranan penting. ASEAN di samping telah menciptakan iklim pembangunan yang kondusif, juga telah memperluas aspek perkembangan ekonomi setiap anggota.
Indonesia memelihara hubungan baik dengan semua mitra, dan ini telah menambah peluang perkembangan ekonomi. Misalnya pada Juni 2010, Indonesia berkomitmen memberikan kredit sebesar US$ 1 miliar kepada IMF untuk membantu organisasi itu menghadapi kesulitan dana. Ini telah menunjukkan citra Indonesia sebagai negara besar regional, sekaligus juga menyatakan kepada dunia Indonesia adalah ekonomi yang cukup kuat.
Yang menarik perhatian adalah, komposisi ekspor Indonesia mengalami perubahan pasca krisis. Dibanding tahun 2009, proporsi volume ekspor Indonesia ke Eropa, Amerika, dan Jepang mulai menurun. Ekspor Indonesia ke Jepang turun dari 16,3 persen pada 2009 menjadi 15,5 pada 2011. Ekspor ke Eropa turun dari 11,4 persen menjadi 10,7 persen, dan ekspor ke AS turun dari 9 pesen menjadi 8,6 persen. Sementara itu, ekspor Indonesia terhadap Emerging Market meningkat, antara lain, ekspor ke China naik dari 9 persen menjadi 10,3 persen.
Akan tetapi ekonomi Indonesia tetap menghadapi beberapa risiko. Pertama, korupsi dan reformasi birokrasi yang tidak efisien menghambat motor pertumbuhan ekonomi. Kedua, konflik sektarian dan ancaman terorisme masih terus membayangi prospek ekonomi Indonesia. Ketiga, ketergantungan ekonomi Indonesia dengan ekonomi dunia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi nilai industri migas dalam produk domestik bruto (PDB) dari tahun ke tahun, serta pengaruh resesi ekonomi dunia. Pada April lalu, Standard & Poor mempertahankan pemeringkat kredit BB+ bagi Indonesia, dan memberi outlook positif. Indonesia diperkirakan akan memperoleh rating level investasi, namun ekonomi Indonesia tetap menghadapi ujian berat dalam masa lima hingga sepuluh tahun mendatang.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.