Pada zaman Dinasti Jin Timur, raja negeri Qianqin, Fu Jian telah menguasai bagian utara China. Pada tahun 383 Masehi, beliau berencana untuk menyerang negeri Jin di sebelah selatan. Ketika mendapat berita bahwa jumlah tentara negeri Jin amat sedikit, Fu Jian segera memimpin pasukannya yang berjumlah 900 ribu orang, ke negeri tersebut. Baginda tidak ingin melewatkan kesempatan yang terbaik untuk berperang.
Namun, di luar dugaan Fu Jian, barisan depannya dengan jumlah 250 ribu orang tentara itu, telah dikalahkan dalam serangan mendadak yang dilancarkan oleh tentara Jin di sekitar kota Shouchun, sampai sekian banyak nyawa yang tewas. Kekalahan itu menyebabkan tentara Qianqin merasa sangat takut sehingga hilang semangat untuk berjuang, bahkan ingin melarikan diri.
Pada saat itu, Fu Jian yang berada di atas tembok kota Shouchun itu, melihat pasukan Jin yang gagah bergaya dengan semangat perjuangan yang cukup membara. Ketika memandang ke arah Gunung Bagong di sebelah utara, beliau merasa bahwa rumput dan pohon di gunung itu semuanya nampak seperti tentara musuhnya. Beliau merasa sangat ketakutan, dan bertitah kepada adiknya:
"Alangkah hebatnya musuh kita! Siapalah yang mengklaim kekuatan militer mereka tidak cukup hebat?"
Fu Jian merasa kesal sekali karena telah meremehkan lawannya sehingga mengalami kerugian yang begitu besar.
Inilah asal usul peribahasa "Cao Mu Jie Bing" mulai digunakan untuk menggambarkan betapa buruknya kekalahan yang dialami oleh tentara yang dipimpin oleh Fu Jian itu. Peribahasa "Feng Sheng He Li", atau "terkejut ketika terdengar deruan angin dan suara burung jenjang", membawa arti yang sama dengan "Cao Mu Jie Bing". , Atau "terkejut ketika terdengar deruan angin dan suara burung jenjang", membawa arti yang sama dengan "Cao Mu Jie Bing". Kedua peribahasa ini membawa pengertian psikologis tentang seseorang yang mudah terkejut atau merasa takut dengan sesuatu yang dibayang-bayangkannya.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.