Zuo Si adalah seorang sastrawan yang tersohor di China pada zaman Dinasti Jin. Sebenarnya, dia seorang anak nakal yang tidak mau menuntut ilmu ketika masih kecil. Hal itu sangat memeningkan kepala orangtuanya.
Pada suatu hari, ketika berbicara dengan beberapa orang temannya, ayah Zuo Si mengeluh, sambil berkata:
"Anak saya ini tak mau belajar. Tampaknya susahlah baginya untuk mencapai apa-apa keberhasilan ketika dewasa nanti."
Kata ayahnya ini terdengar oleh Zuo Si yang kebetulan berada di situ ketika itu. Dia merasa sedih, dan insaf bahwa dirinya memang tidak dapat mencapai keberhasilan apa-apa jika tidak berubah sikap, asyik bermain, dan acuh tak acuh dalam pelajaran. Hasrat untuk belajar dengan tekun sehingga dapat mencapai cita-cita yang tinggi demi membalas kasih sayang yang dicurahkan oleh orangtuanya selama ini, pun terus tersemat dalam hatinya.
Dengan ketekunannya dalam menuntut ilmu selama beberapa tahun, akhirnya Zuo Si tumbuh menjadi seorang pemuda yang sangat berilmu. Karangan-karangan yang dihasilkannya selalu mendapatkan nilai dan pujian yang tinggi dari gurunya.
Ketika Zuo Si berumur 20 tahun, seisi keluarganya telah pindah ke kota Luoyang, ibukota China pada saat itu. sedangkan Zuo Si memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman dengan golongan cendekiawan di tingkat atas yang menguasai cabang ilmu yang beragam di sana. dengan menyerap ilmu pengetahuan dari berbagai cabang itu, pikirannya menjadi semakin cerdas dan terbuka.
Bakat Zuo Si dalam bidang literatur telah terpancar sepenuhnya ketika dia menghasilkan karyanya "Qi Du Fu" dalam waktu setahun saja. Kemudian, dia menghabiskan waktu selama 10 tahun untuk menghasilkan karyanya "San Du Fu", yang isinya mencakup aspek adat istiadat dan budaya tradisi di ibukota tiga buah negeri, yaitu negeri Wei, negara Shu dan negeri Wu, sebelum ketiganya disatukan menjadi sebuah negara di bawah pemerintahan Dinasti Jin.
Setelah karya tersebut disebarkan, ia terus menarik minat dan perhatian pembaca, baik dari kalangan cendekiawan dan pejabat pemerintah, maupun dari kalangan rakyat biasa. Karena teknologi pencetakan belum dibuat pada saat itu, maka mereka harus berebut membeli kertas untuk menyalin buku tersebut, sehingga menyebabkan harga kertas di kota Luoyang melambung tinggi. Peribahasa "Kertas di Luoyang mahal sekali" pun ada setelah peristiwa tersebut.
setelah mendengar cerita tersebut, apakah saudara mengerti apa arti peribahasa "Luo Yang Zhi Gui" ini? Sebenarnya, ia digunakan untuk memuji karya-karya yang cemerlang, yang menjadi ramai atau yang laris penjualannya.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.