Duta Besar RI untuk RRC merangkap Mongolia, Imron Cotan, pada Jumat pagi (08/11) menyampaikan kuliah umum mengenai hubungan Indonesia – RRC serta dampaknya terhadap kawasan di hadapan sekitar 300 orang civitas akademika Macau University of Science and Technology yang terdiri dari para mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, serta para penggiat organisasi masyarakat di bidang pendidikan, termasuk stasiun TV Macau (Canal Macau) yang berbahasa Portugis serta wartawan media cetak lainnya.
Konsul Jenderal KJRI Hongkong, Chalief Akbar Tjandradiningrat dan Michael John Hitchcock, Dean of Faculty of Hospitality and Tourism Management, juga tampak menghadiri ceramah tersebut.
Duta Besar RI memulai presentasinya dengan menyampaikan bahwa Macau tidaklah asing bagi Indonesia, karena sejak abad ke-5 Macau telah menjadi persinggahan para saudagar dari Eropa, khususnya yang berasal dari Portugal, untuk mencari dan berdagang rempah-rempah di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Peninggalan-peninggalan bangsa Portugis masih terdapat di sejumlah kawasan-kawasan timur Indonesia.
Menurut Duta Besar RI, bersama dengan Hong Kong, Macau masih terus berperan sebagai salah-satu wilayah penghubung dunia dengan RRC dan demikian juga sebaliknya, sesuai dengan kebijakan 'Go Global' China.
Sebagai negara yang terbesar wilayah, penduduk, serta ekonominya di Asia Tenggara, Indonesia juga merupakan negara maritim yang menghubungkan kawasannya dengan dunia luar dan sebaliknya. Diimbuhi dengan melimpahnya sumber daya alam serta pekerja terdidik yang relatif murah, ekonomi Indonesia tumbuh secara stabil walaupun krisis ekonomi terus melanda dunia.
Oleh karena itu, apabila dua ekonomi, RI - RRC, yang kinerjanya telah teruji, dapat terhubungkan terutama melalui jalur laut (interconnectivity), maka dapat dipastikan kedua negara tersebut akan turut menyumbang kepada kemakmuran, stabilitas, dan perdamaian di kawasan, tidak seperti ketika Perang Dingin sedang bergejolak.
Atas dasar kesadaran itulah pemimpin kedua negara sepakat, antara lain: menandatangani Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis di Jakarta, April 2005, yang mengharuskan kedua negara untuk bekerjasama di bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya, disusul dengan penandatangan kemitraan strategis komprehensif oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Xi Jinping, Jakarta, Oktober 2013.
Menjawab salah-satu pertanyaan, Duta Besar RI menegaskan bahwa budaya Indonesia juga diperkaya oleh budaya China (budaya peranakan), apalagi terdapat sekitar 20 juta warga-negara Indonesia berdarah China tersebar di seantero bumi nusantara. Ini merupakan modal yang sangat besar untuk meningkatkan hubungan antar-rakyat pada tataran akar rumput.
Duta Besar RI menjelaskan pula bahwa apa yang terjadi pada tahun 1998 sesungguhnya tidak terkait dengan kebencian rasial, tetapi lebih kepada adanya upaya sekelompok orang yang ingin berkuasa dengan mengorbankan rakyat.
Sementara mengenai konflik Laut China Selatan, Duta Besar RI menjelaskan bahwa Indonesia akan terus berupaya agar pertikaian diselesaikan secara damai serta sebelum terdapat kesepakatan-kesepakatan, ASEAN dan RRC seyogyanya sesegera-mungkin merundingkan 'code conduct' di kawasan tersebut.
Sebagai penutup, Duta Besar RI menekankan bahwa bagi Indonesia, RRC yang kuat dan makmur bukanlah penghalang namun mitra setara untuk turut menciptakan kemakmuran, perdamaian, serta kestabilan di kawasan.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.