Wednesday, June 29, 2016
Hasil analisis purbakala bahwa China adalah pemilik pertama di LCS
Pulau-pulau di Laut China Selatan adalah komponen yang tidak dapat dipisahkan dari wilayah China. Rakyat China yang pertama menemukan, mengeksplorasi dan mengembangkan pulau-pulau di perairan tersebut, sementara pemerintah China sudah awal-awal lagi mendapat hak untuk mengelola daerah tersebut sampai sekarang.
Kegiatan produksi dan kehidupan rakyat China di Kepulauan Xisha dan Nansha dapat ditemukan dalam catatan sejarah.
Pada masa sebelumnya, kondisi di perairan tersebut kurang diketahui umum karena lokasi yang sangat jauh dari daratan.
Sejak abad ke-20, arkeolog China kerap kali melakukan ekskavasi di kedua pulau tersebut dan menemukan banyak peninggalan sejarah yang membuktikan kehadiran orang China di pulau-pulau bersangkutan sejak sekian lama.
Merekalah tuan yang nyata.
Dimulai pada penghujung 1920-an, artefak-artefak di pulau-pulau Laut China Selatan semakin sering ditemukan dan penemuan ini mendorong pemerintah melakukan lebih banyak pekerjaan eksplorasi di daerah tersebut disusul dengan pengembalian Kepulauan Xisha dan Nansha ke pangkuan China, yang sebelumnya pernah jatuh ke tangan penjajah Jepang selama Perang Dunia Kedua.
Tempat penemuan tersebut termasuk koin tembaga yang berlaku pada era Dinasti Qin (221SM-207SM) dan Dinasti Han (202 SM-220).
Saat ekskavasi tersebut juga turut ditemukan situs hunian pada zaman Dinasti Tang (618-907) dan Dinasti Song (960-1279) di Pulau Ganquan, Kepulauan Xisha, serta sekitar 50 tembikar penggunaan harian, peralatan seperti pisau besi dan pahat besi, serpihan barang-barang dapur, koin-koin, dan sebagainya.
Ekskavasi yang dilakukan di Pulau Yongxing, Pulau Quanfu dan Pulau Beidao pula menemukan barang-barang porselin yang digunakan pada zaman Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1616-1911).
Sementara, penemuan di Pulau Chenhang dan Pulau Beidao terdiri dari 13 buah topekong, yaitu tempat memuja leluhur.
Secara terpisah, beberapa tinggalan sejarah yang ditemukan di Pulau Taiping, Kepulauan Nansha, memberikan paparan publik sehubungan dengan kehidupan rakyat China pada akhir zaman Dinasti Ming sampai pertengahan Dinasti Qing, antaranya termasuk tembikar, paku besi, batu api serta kuburan-kuburan pengemudi perahu .
Di gugusan terumbu Zhenghe, artefak yang ditemukan adalah fragmen tembikar dan koin dari zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han, koin Dinasti Tang, keramik yang dibakar dalam tungku di provinsi Fujian pada era Dinasti Song dan Dinasti Yuan (1271-1368) serta tanur di provinsi Guangdong pada zaman Dinasti Ming dan Dinasti Qing, dan lain-lain.
Kondisi kehidupan masyarakat setempat pada zaman dahulu terbongkar setelah tim arkeologi China berhasil mendeteksi sejumlah harta yang ada di dalam perut bumi, diantaranya termasuk serpihan porselin di Terumbu Daoming, porselin biru putih di Terumbu Huanglu, tabung tembikar di Beting Yongdeng yang terbenam, koin-koin di beting Fulu yang terbenam, keramik biru di beting Daxian yang terbenam serta porselin biru putih di Terumbu Nantong yang terbenam.
Singkat kata, penemuan semua artefak tersebut membuktikan bahwa rakyat China telah menghuni pulau-pulau di Laut China Selatan sebelum zaman Dinasti Tang.
Pada saat itu, nelayan negara ini telah meninggalkan jejak-jejak mereka di seluruh wilayah perairan dekat Kepulauan Nansha. Pada era Dinasti Song, Laut China Selatan menjadi pusat perdagangan utama.
Kapal dagang yang memuat produk-produk buatan China seperti porselen bertolak dari provinsi Fujian dan Guangdong berlayar melalui perairan Laut China Selatan untuk menjelajahi dunia di seberang laut melalui kegiatan perdagangan.
Selama zaman Dinasti Ming dan Dinasti Qing, kegiatan perikanan dan peternakan yang dilakukan nelayan di provinsi Fujian, Guangdong, pulau Hainan serta pulau-pulau di Laut China Selatan menggambarkan kemakmuran kawasan perairan tersebut.
Hasil penelitian kuno menunjukkan bahwa rakyat China yang paling awal tiba di Laut China Selatan dan pulau-pulau di sekitarnya.
Mereka yang bekerja, berbisnis dan membangun perumahan di sana secara turun-temurun merupakan tuan yang nyata.
Selain memiliki kedaulatan terhadap pulau-pulau di Laut China Selatan, China juga memiliki kepentingan berbasis sejarah di wilayah perairan tersebut.
Related Posts:
Pesawat Penjaga Pantai China type MA-60H berpatroli di LCSPesawat Penjaga Pantai China type MA-60H dengan nomor B-5002 melakukan patroli di Laut China Selatan. … Read More
Pelabuhan peti kemas otomatis terbesar di duniaPemandangan pelabuhan kontainer Yangshan, yang merupakan dermaga kargo otomatis terbesar di dunia, di Shanghai, China, Tahap keempat dari pelabuhan tersebut akan mulai di uji coba pada 10 Desember. dan menjadi pelabuhan otoma… Read More
Markas General Electric (GE) ChinaFoto yang menunjukkan bangunan markas General Electric (GE) China. Terletak di Taman High-Tech Zhangjiang di Kawasan Baru Pudong di Shanghai, kantor pusat GE China juga merupakan markas besar R & D GE global dan GE Asia-P… Read More
Pesawat penumpang tanpa pilot pertama di dunia Apa yang disebut-sebut sebagai pesawat penumpang tanpa pilot pertama di dunia, EHang 184, telah dipamerkan di World Internet Conference di Wuzhen, Provinsi Zhejiang, di timur China. Pesawat otomatis ini setinggi 1,… Read More
Kapal pintar buatan China diluncurkan di Shanghai Kapal "pintar" pertama China yang dilengkapi dengan sistem navigasi cerdas yang dikembangkan di dalam negeri memulai debutnya di Shanghai. Kapal sepanjang 179 meter, Great Intelligence, dengan lebar 32 meter dan tinggi 15 … Read More
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.