Menurut ceritanya, pada suatu zaman dahulu, manusia mencari rezeki dengan berburu, memancing ikan dan mengumpulkan buah-buahan hutan. Namun, karena pasokan bahan makanan mereka tidak cukup, mereka sering mengalami kelaparan. Pada masa itu, di Youtai, sebuah tempat di negeri China, ada seorang gadis muda bernama Jiang Yuan yang tinggal sendiri tanpa keluarga.
Pada suatu hari, dalam perjalanannya kembali ke rumah dari mengutip buah, Jiang Yuan menemukan jejak kaki yang besar di suatu kawasan lahan rawa. Dia meletakkan kakinya ke atas jejak kaki itu. Setelah ibu jari kakinya menyentuh ibu jari pada jejak kaki itu, dia terasa badannya gemetar. Dia pun terus pulang. Namun, tidak berapa lama setelah itu, Jiang Yuan menemukan dirinya hamil. Sepuluh bulan kemudian, dia pun melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat lucu. Tetangga Jiang Yuan menganggap anak itu pertanda buruk karena tidak diketahui siapa ayahnya. Mereka merampas dan membuang anak itu di sebuah peternakan menganggur, dan membiarkannya di situ supaya mati kelaparan. Namun, dia telah diselamatkan oleh hewan-hewan yang lalu di ladang itu. Beberapa ekor hewan betina juga telah menyusuinya. Melihat anak itu masih hidup, mereka membuangnya pula ke dalam hutan. Namun, dia diselamatkan pula oleh seorang penebang hutan. Akhirnya, mereka membuangnya di sebuah daerah dingin es. Namun, setelah mereka meninggalkan tempat itu, beberapa ekor burung pun turun ke bumi, dan dengan menggunakan sayap, burung-burung tersebut telah melindungi anak itu dari kesejukan.
Akhirnya, orang desa tersebut mulai menyadari bahwa anak itu bukanlah anak biasa. Maka, mereka mengembalikannya kepada ibunya untuk dibesarkan. Karena anak itu sering kali dibuang, Jiang Yuan menamai anaknya itu "Qi", yang berarti "dibuang".
Sejak kecil, Qi memiliki cita-cita yang tinggi. Ketika melihat manusia hidup melara, dia berpikir, jika bahan makanan dapat diberikan terus menerus, hidup mereka pasti akan menjadi lebih baik. Setelah melakukan penelitian yang rapi, Qi pun mengumpulkan benih berbagai tanaman, seperti gandum, padi, kedelai, gandum dan buah-buahan, lalu menabur semua benih itu di ladang yang diterokainya sendiri. Tidak lama kemudian, peternakan yang dijaganya dengan teliti itu, telah membuahkan hasil yang lumayan, dan rasa buah dari ladangnya itu lebih sedap dari buah-buahan liar.
Untuk memupuk dan memelihara ladangnya agar menjadi lebih baik, Qi juga membuat alat-alat pertanian dengan menggunakan kayu dan batu. Setelah dewasa, Qi mengajar masyarakat kampungnya metode pertanian, yang dikumpulkannya sejak sekian lama. Dengan demikian, secara bertahap, mereka berhasil melepaskan diri dari kehidupan yang hanya bergantung pada berburu, memancing dan mengumpulkan buah-buahan hutan. Sebagai penghargaan terhadap kontribusinya yang luar biasa itu, masyarakat di tempatnya menggelar Qi sebagai "Hou Ji". "Hou" berarti raja, dan "Ji" berarti bahan makanan.
Setelah Hou Ji meninggal dunia, masyarakat di tempatnya telah mengebumikannya di suatu daerah yang sangat indah pemandangannya, yaitu "Duguangzhiye". Tempat itu, diduga adalah tangga bagi dewa-dewi untuk turun dan naik dari kayangan ke bumi. Tanah di situ dikatakan cukup subur sehingga tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan di sana tumbuh membesar dengan begitu cepat. Setiap panen, yaitu pada musim gugur, kelompok burung yang dipimpin oleh burung Phoenix akan berkumpul di sana, dan menyanyi sambil menari dengan gembira, seolah-olah memujikan jasa Hou Ji yang luar biasa itu.
0 komentar:
Post a Comment
Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.