Wednesday, August 12, 2015

Apakah yang dapat dipelajari oleh Indonesia dari model ekonomi yang berusaha dikembangkan provinsi-provinsi di China

(Tanda merah) Letak provinsi Anhui di China
Berdasarkan laporan dari Sekretariat ASEAN, di luar sesama negara anggota, China merupakan mitra dagangnya yang terbesar dengan volume sebesar USD 367 milyar pada tahun 2014. Dalam menghadapi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN secara efektif di 2016, apakah yang dapat dipelajari oleh Indonesia dari model ekonomi yang berusaha dikembangkan provinsi-provinsi di China, sebagai salah satu negara anggota yang menjadi motor penggerak di wilayah ini?

Konon, model pengembangan ekonomi di China yang dirintis oleh pemimpin Deng Xiaoping, di awal tahun 90an terilhami oleh pendekatan yang dilakukan salah satu negara ASEAN, Singapura dibawah perdana menterinya kala itu, Lee Kuan Yew.

Berbicara mengenai Singapura dalam sebuah kunjungan kerja domestik, Deng pernah mengatakan:

"Tatanan sosial di Singapura cukup baik. Mereka melakukan berbagai hal dengan ketat, dan kita seharusnya meminjam dari pengalaman mereka, dan menjalankannya lebih baik lagi."

Nampaknya arahan dari Deng telah berhasil dilakukan oleh para penerusnya. China merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia, yang berangsur menunjukkan kembali jati dirinya dalam berbagai forum dan pentas dunia. Dalam bidang pendanaan infrastruktur, China di Oktober 2014 telah memprakarsai Asian Infrastructure Investment Bank, dimana kesemua negara anggota ASEAN telah memberikan dukungannya sebagai negara anggota juga.

Hal ini menunjukkan, meski antar blok ASEAN dengan China masih ada persoalan-persoalan teritorial antar negara sebagai tetangga, namun dalam hal kegiatan ekonomi, tidak dapat dipungkiri bahwa kerjasama perdagangan barang dan jasa antar kedua wilayah masih memegang peranan penting.

Dari kacamata China sendiri, mitra ASEAN sebagai satu kesatuan, menduduki peringkat tinggi dalam hal perdagangan. Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh US-China Economic Security Review Commission menyatakan bahwa pada tahun 2013, volume perdagangan China-ASEAN merupakan 10,7% dari total perdagangan internasional China sehingga menduduki peringkat ketiga, hanya di belakang Uni Eropa dengan 13,4% dan Amerika Serikat dengan 12,5%. Dari segi kedekatan geografis, persamaan dalam banyak aspek kultural, serta potensi sinergi antar kedua wilayah tentunya peringkat ketiga dalam hal nilai volume perdagangan ini bukan sesuatu untuk membuat kedua belah pihak puas, akan tetapi seharusnya menjadi dasar meningkatkannya lebih banyak lagi.

Dalam seminggu kedepan, penulis akan berkunjung ke Provinsi Hefei di China dan melihat potensi potensi khususnya terkait bidang pariwisata. Salah satu hal yang dikenal mengenai provinsi Anhui adalah sebagai tempat asal Bao Zheng yang di Indonesia mungkin lebih dikenal melalui serial film Mandarin "Judge Bao". Bao Zheng lahir di daerah Feidong, dekat ibukota Anhui, Hefei pada tahun 999. Sebagai seorang petugas negara di bawah pemerintahan Dinasti Song yang berkuasa kala itu, Bao Zheng merupakan sosok jujur dan tegas. Dia bukan saja memenjarakan pamannya sendiri, akan tetapi berani juga menindak paman dari gundik kesayangan Kaisar Renzong.

Warisannya bukan merupakan harta kekayaan, melainkan sebuah peringatan:

"Keturunanku yang melakukan tindak suap sebagai aparat negara tidak diperkenankan pulanf ataupun dimakamkan di makam keluarga. Dia yang tidak menganut nilai sama denganku bukanlah keturunanku."

Guna pengembangan sebuah potensi ekonomi dengan baik, apa itu pariwisata, industri, layanan jasa maka modal dasarnya pertama-tama adalah kepercayaan; mungkin konsistensi dalam penegakkan nilai sebagaimana diwariskan Judge Bao pada anak-cucunya inilah salah satu kunci sukses yang dapat dipelajari dan dicontoh.


Penulis: Mario Agustinus Vau, manajer jenderal PT. Content First Indonesia.

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih atas Komentar anda.
Thanks for your Comments.