Tanggal 29 Januari adalah Festival Musim Semi atau Tahun Baru Imlek, hari raya tradisional yang paling meriah di Tiongkok. Menurut kebiasaan rakyat Tiongkok untuk menandai tahun dengan nama binatang dengan 12 tahun sebagai satu siklus, mulai hari itu Tiongkok memasuki tahun anjing. Anak yang dilahirkan pada tahun anjing akan menjadikan anjing sebagai Shio atau lambang tahun kelahirannya. Berikut kami sampaikan cerita tentang anjing dan hubungannya dengan shio.
Orang zaman kuno di Tiongkok menggunakan 12 binatang untuk menandai tahun, setiap 12 tahun satu siklus, dan tahun ini adalah tahun anjing. Kebiasaan menandai tahun dengan nama 12 binatang ini sudah berlangsung selama 2.000 tahun lebih di Tiongkok. Ke-12 binatang yang dijadikan lambang untuk menandai tahun dan tahun kelahiran seseorang itu menurut urutannya adalah tikus, kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing dan babi. Tentang asal usul shio itu, kini tersebar banyak cerita. Salah satu di antaranya menganggap urutan 12 binatang itu ditetapkan menurut kebiasaan 12 binatang itu, misalnya tikus yang paling aktif kegiatannya pada larut malam ditempatkan pada kedudukan pertama, disusul binatang-binatang lainnya. Di antaranya anjing yang menempati urutan ke-11 karena dianggap bertugas menjaga rumah antara pukul 7 dan 9 malam, yakni waktu yang sudah malam suatu hari. Berkenaan dengan tahun anjing setelah tanggal 29 Januari nanti, marilah kita bicarakan anjing dalam kebudayaan Tiongkok.
Anjing adalah sahabat manusia. Di Tiongkok topik tentang anjing banyak sekali, dan banyak di antaranya berisi hal-hal yang lucu dan menarik.
Anjing dianggap sebagai binatang yang dapat bertukar pikiran dengan manusia. Cerita tentang anjing menyelamatkan tuan atau lebih baik mati daripada hidup setelah tuannya meninggal tersebar di mana-mana, baik di Tiongkok maupun di negeri lainnya, dan baik sekarang maupun pada masa lampau. Rakyat etnis Manchu yang hidup di bagian utara Tiongkok berhubungan erat dengan anjing dan konon itu berkaitan dengan nenek moyangnya yang bernama Nurhach.
Nurhach hidup antara akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 Masehi, dan merupakan pendiri Dinasti Qing, dinasti feodal terakhir dalam sejarah Tiongkok. Sebelum berdirinya Dinasti Qing, pemerintah yang berkuasa di Tiongkok adalah Dinasti Ming. Konon Nurhach suatu peristiwa dikejar oleh pasukan Dinasti Ming. Pada saat itu, Nurhach melarikan diri dengan menunggang kuda dan didampingi seekor anjing berwarna coklat. Ketika ia sampai ke sebuah ngarai, ia lantas melompat ke dalam ngarai bersama kudanya. Akan tetapi Nurhach terselamatkan karena terbanting di atas tubuh kuda kesayangannya, tapi ia sempat koma. Pasukan Dinasti Ming yang melihat sekawanan gagak di atas tubuh Nurhach masih belum bisa memastikan apakah dia sudah mati, maka menyalakan kayu dan ranting untuk dilemparkan ke ngarai, agar dapat membakarnya menjadi abu. Anjing coklat milik Nurhach setelah melihat pasukan Dinasti Ming mundur, segera menjatuhkan diri ke dalam sungai untuk menyiram atau merendamkan tubuh dengan air, kemudian anjing berguling-guling di sekitar tubuh Nurhach untuk memadamkan api supaya tuannya tidak dilalap api. Akhirnya Nurhach terselamatkan, namun anjing coklat itu mati karena terlalu capek.
Kemudian Nurhach berhasil mendirikan Negara Jin, yang kemudian berkembang menjadi Dinasti Qing yang berkuasa di seluruh Tiongkok. Berkat peranan penting yang pernah dimainkannya, anjing secara wajar menjadi sahabat akrab rakyat etnis Manchuria. Selama bertahun-tahun, rakyat etnis Manchuria terus memelihara tradisi tidak membunuh anjing, tidak makan daging anjing dan tidak memakai topi kulit anjing. Anjing yang dipelihara oleh etnis Manchuria biarpun sudah terlalu tua untuk menjaga rumah akan diperlakukan dengan baik, setelah mati anjing juga dimakamkan dengan upacara tertentu. Tradisi serupa juga terdapat di masyarakat etnis Pumi, Lagu dan Tibet.
Anjing sangat loyal kepada tuan. Konon pada abad ke-3 Sebelum Masehi ketika Dinasti Han didirikan, Kaisar Hangaozu yaitu Liu Bang memuji para menteri yang berjasa sebagai "anjing yang berjasa".
Jengis Khan, pendiri Dinasti Yuan pada abad ke-13 Masehi bahkan menyebut empat jenderal paling berani di bawah pimpinannya sebagai "empat anjing". Di Tiongkok ada juga pepatah yang berbunyi Quanmazhilao, yang berarti secara sukarela membantu orang lain seperti anjing dan kuda. Ada juga pepatah yang berbunyi: anjing tidak menjauhi rumah karena miskin, yang menunjukkan sifat loyal anjing terhadap tuan yang memeliharanya.
Anjing memberi pesan kepada manusia sebagai binatang yang jinak, loyal dan gagah berani. Apalagi dalam lafal bahasa Tionghoa, gonggong seekor anjing berarti makmur, maka di Tiongkok ada pepatah yang berbunyi ada anjing, ada kemakmuran. Apabila seekor anjing secara mendadak mendatangi rumah, tuan rumah akan merasa sangat senang untuk memeliharanya, karena itu menandakan datangnya kemakmuran dan kekayaan. Banyak kitab kuno mencatat bahwa, anjing juga berperan menangkal malapetaka, dan oleh karena itu anjing sering dipakai sebagai korban dalam upacara ritual. Pada Dinasti Zhou kira-kira 3.000 tahun yang lalu, dalam pemerintah didirikan jabatan khusus untuk menangani urusan anjing. Dalam dongeng Tiongkok, jenderal langit bernama Dewa Erlangshen juga didampingi seekor anjing yang berjasa besar dalam menaklukkan iblis.
Pada pergantian tahun 2005 dan 2006, banyak negara daerah mengedarkan perangko tahun baru untuk memperingati "tahun anjing Tiongkok". Perangko anjing yang diedarkan Tiongkok bergambar seekor anjing hitam yang memakai baju tebal berwarna merah, yang penuh dengan nuansa kerajinan tangan tradisional Tiongkok. Sementara itu, menjelang datangnya tahun baru anjing, barang-barang kerajinan tangan yang aneka ragam juga menjadi sangat laris. Barang-barang itu tidak hanya sangat laku, tapi juga mempunyai nama yang bagus, misalnya "anjing makmur", "anjing jaga rumah" dan sebagainya. Nama-nama itu di samping kedengaran lucu, tapi juga memanifestasikan suasana riang gembira perayaan Tahun Baru Imlek.